Sediaan Steril, Metode Sterilisasi, Sediaan Parenteral
Metode
sterilisasi :
1.
Sterilisasi uap (panas basah) :
Sterilisasi uap dilakukan dalam autoklaf dan menggunakan uap air dengan
tekanan. Cara ini dilakukan sebagai cara yang terpillih pada hampir semua
keadaan di mana produk mampu diperlakukan seperti itu. Tekanan uap air yang
lazim, temperatur yang dapat dicapai dengan tekanan tersebut, dan penetapan
waktu yang dibutuhkan untuk sterilisasi sesudah sistem mencapai temperatur yang
ditentukan, adalah sebagai berikut : Tekanan 10 pound (115,5oC),
untuk 30 menit ; Tekanan 15
pound (121,5oC), untuk 20 menit ; Tekanan 20 pound (126,5oC), untuk 15
menit . Dapat dilihat, makin
besar tekanan yang dipergunakan makin tinggi temperatur yang dicapa dan makin
pendek waktu yang diutuhkan untuk sterilisasi. Suatu siklus otoklaf yang
ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit
pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain.
Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya
denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut.
2.
Sterilisasi panas kering:
Sterilisasi panas kering biasanya dilakukan dengan oven pensteril yang
dirancang khusus untuk tujuan itu. Sterilisasi panas kering, biasanya
ditetapkan pada temperatur 160o – 170oC dengan waktu
tidak kurang dari 2 jam. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejan
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat strilisasi
beroperasi pada suhu tidak kurang dari 250oC. (Anonim, 1995).
Sterilisasi panas kering umumnya digunakan untuk senyawa – senyawa yang
tidak efektif disterilkan dengan uap air panas. Senyawa – senyawa tersebut
meliputi minyak lemak, gliserin, berbagai produk minyak tanah seperti
petrolatum, petrolatum cair (minyak mineral), paraffin dan berbagai serbuk yang
stabil oleh pemanasan seperti ZnO.(Ansel, 1989).
3.
Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara
fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan mekanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi
larutan yang tidak tahan panas.
Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi :
1.
Penyaring
berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari
tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler).
2.
Lilin
penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur
Chamberland, Doulton, dan Selas).
3.
Piringan
asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan (penyaring
Seitz dan Swinney).
4.
Gelas Buchner-jenis corong
dengan pegangan gelas yang menjadi satu.
Ukuran penyaring.
Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang
menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan mikroba dari galur
tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata –
rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995).
4.
Sterilisasi gas
Beberapa senyawa
yang tidak tahan terhadap panas dan uap dapat disterilkan dengan baik dengan
memaparkan gas etilen oksida atau propilen oksida bila dibandingkan dengan cara – cara lain. Keburukan
dari etilen oksida adalah sifatnya yang sangat mudah terbakar, walaupun sudah
dicampur dengan gas inert yang sesuai, bersifat mutagenik, dan kemungkinan
adanya residu toksik di dalam bahan yang disterilkan, terutama yang mengandung
ion klorida.
5. Sterilisasi
dengan radiasi pengionan
Teknik yang disediakan untuk sterilisasi beberapa
jenis sediaan farmasi dengan sinar gama dan sinar katoda, tetapi penggunaan tehnik ini terbatas karena
memerlukan peralatan yang sangat khusus dan pengaruh radiasi pada produk dan
wadah. Keunggulan sterilisasi radiasi meliputi reaktivitas kimia rendah, residu
rendah yang dapat diukur, dan kenyataan yang membuktikan bahwa variabel yang
dikendalikan lebih sedikit. Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu
disintegrasi radioaktif dari radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas
elektron.(Anonim,1995).
Uji sterilitas : Ada beberapa metode:
Ø ·Direct
inoculation of culture medium : Meliputi pengujian langsung dari sampel
dalam media pertumbuhan. Menurut British Farmakope: media tioglikolat cair yang
mengandung glukosa dan Na Tioglikolat cocok untuk pembiakan aerob. Suhu
inkubasi 30-35oC.
Ø Soya
bean casein digest medium : Media ini membantu pertumbuhan bakteri anaerob
dan fungsi. Suhu inkubasi 30-35oC, sedang fungi 20-25oC.
Ø Membran
filtrasi: Teknik yang banyak direkomendasikan farmakope, meliputi filtrasi
cairan melalui membran steril. Filter lalu ditanam dalam media. Masa inkubasi
7-14 hari karena mungkin organisme perlu adaptasi dulu.
Ø Introduction
od concentrate culture medium: Medium yang pekat langsung dimasukkan dalam
wadah sampel yang akan ditumbuhkan. Tidak banyak digunakan, hanya dipakai bila
ada kecurigaan akan adanya bakteri.
Uji pirogen:
Ø ·Secara
kualitatif: Rabbit test : Berdasarkan respon demam pada kelinci. Digunakan
kelinci karena kelinci menunjukkan respon terhadap pirogen sesuai dengan
keadaan manusia. Kenaikan suhu diukur melalui rektal.
Ø ·Secara
kuantitatif: LAL test: Cara uji in vitro dengan menggunakan sifat membentuk gel
dari lisat amebasit dari limulus polifemus. Uji ini 5-10 kali lebih sensitif
dari Rabbit test.
Persyaratan umum sediaan steril (Parenteral):
1.
Steril
2.
Bebas
pirogen (untuk obat suntik yang sekali penyuntikan diberikan >10 mL)
3.
Isotoni
(tonisitas)à
Jika larutan tertentu konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel
darah merah sehingga tidak terjadi pertukaran cairan diantara keduanya
(ekivalen dengan 0,9% NaCl)
4.
Isohidri
à pH
suatu larutan zat = pH cairan tubuh 7,4
5.
Bentuk
larutan jernih (berhubungan dengan stabilitas)
Indikasi Umum (Keuntungan) Pemberian Obat Secara Parenteral:
1.
Untuk
menjamin penyampaian obat yang masih belum banyak diketahui sifat-sifatnya ke
dalam suatu jaringan yang sakit atau daerah target dalam tubuh dalam kadar yang
cukup. Contoh : Pemberian injeksi antibiotik golongan aminoglikosida secara intraventrikularà sulit menembus lapisan pembatas
darah-otak-selaput otak dapat dilakukan pada penderita radang selaput
otak/rongga otak akibat bakteri dan jamur.
2.
Pengendalian
langsung terhadap beberapa parameter farmakologi tertentu, seperti waktu tunda,
kadar puncak dalam darah, kadar dalam jaringan dll.
3.
Menjamin
dosis dan kepatuhan terhadap obat (khusus untuk penderita rawat jalan)
4.
Mendapatkan
efek obat yang tidak mungkin dicapai melalui rute lain : obat tidak dapat diab-
sorpsi/rusak oleh asam lambung atau enzim jika diberikan secara oral contoh
insulin.
5. Untuk memberikan obat pada keadaan
rute lain yang lebih disukai tidak memungkinkan, misal pada penderita yang
saluran cerna bagian atas sudah tidak ada karena dioperasi.
6. Untuk menghasilkan efek secara lokal
jika diinginkan yaitu untuk mencegah /meminimum-kan reaksi toksik sistemik :
pemberian metotreksat secara injeksi intra tekal pada penderitan leukemia.
7. Penderita yang tidak sadarkan
diri/tidak dapat kerja sama (gila)
Kerugian Pemberian Obat Secara Parenteral
:
1.
Harus
dilakukan oleh personel yang terlatih dan membutuhkan waktu lebih banyak
daripada pemberian obat bentuk lain.
2.
Rasa
nyeri pada lokasi penyuntikan
3.
Sukar
sekali untuk merubah/menghilangkan efek fisiologisnya jika obat sudah berada
dalam sirkulasi sistemik.
4.
Harga
sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan sediaan yang lain karena
persyaratan manufaktur dan pengemasan.
5.
Masalah
yang timbul setelah pemberian parenteral : septisemia, infeksi jamur,
inkompatibilitas karena pencampuran sediaan parentera dan antaraksi obat.
Faktor Farmasetik Yang Mempengaruhi
Pemberian Obat Secara Parenteral:
1.
Kelarutan
obat dan volume injeksi
Ø Obat harus terlarut sempurna, lebih
disukai dalam air, sebelum dapat diberikan secara injeksi intra vena.
Ø Kelarutan obat dalam pembawa dan
dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek terapetik akan menentukan volume
injeksi yang harus diberikan.
2. Karakteristik Bahan Pembawa
Ø Pembawa air : dapat diberikan
melalui rute parenteral apa saja.
Ø Pembawa non air : yang dapat
bercampur atau tidak dengan air biasanya diberikan dengan intra muskular.
3.
pH
atau osmolaritas larutan injeksi
Ø
Larutan
suntik harus diformulasi pada pH dan osmolaritas yang sama dengan cairan tubuh
(isohidri dan isotoni).
Ø
Tidak
dapat dipenuhi oleh semua obat karena masalah stabilitas, kelarutan atau dosis.
4.
Jenis
bentuk sediaan obat
Ø
Suspensi
: hanya intramuskular atau sub kutan. Tidak boleh iv atau rute parenteral selain
diatas à
obat langsung masuk ke cairan biologis atau jaringan sensitif (otak dan mata).
Ø
Serbuk
untuk injeksi harus dilarutkan sempurna dalam pembawa yang sesuai sebelum
diberikan.
5. Komposisi bahan pembantu
-
Sediaan
parenteral untuk pemakaian berulang mengandung antimikroba sebagai pengawet.
Bahan pengawet dikontraindikasikan untuk pemberian ke dalam cairan
serebrospinal atau intra okular à dapat terjadi efek toksik.
-
Dapat
mengandung surfaktan à mendapatkan kelarutan yang sesuai. Surfaktan
dapat merubah permeabilitas membran, sehingga harus diketahui keberadaannya
ketika akan diberikan secara sk atau im.
Manfaat bahan tambahan
dalam sediaan parenteral:
1.
Menjaga kelarutan obat
2.
Menjaga stabilitas, baik secara kimia atau fisika
3.
Menjaga sterilitas larutan (pada dosis ganda)
4.
Mengurang rasa nyeri, iritasi saat penyuntikan
Pelarut dan pembawa untuk obat suntik
1.
Water for injection (WFI) (USP), merupakan pelarut yang paling sering digunakan pada pembuatan obat suntik . air ini dimurnikan dengan cara destilasi
atau reverse osmosis, dan
memenuhi standar yang sama dengan
purified water (USP).
WFI tidak steril tapi harus
bebas pirogen. penyimpanan
pada wadah tertutup rapat pada suhu di bawah atau di atas kisaran di mana
mikroba dapat tumbuh, wadah dari gelas atau dilapisi gelas
2.
steril WFI (USP), adalah air untuk obat suntik yang telah
disterilkan, dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih besar
dari 1 liter. steril,
bebas pirogen, dan tidak boleh ada zat tambahan lain/zat antimikroba . digunakan sebagai pelarut, pembawa,
atau pengencer obat suntik yang telah disterilkan dan dikemas (penambahannya
dilakukan secara aseptis, contoh penambahan steril WFI pada serbuk kering
ampicillin)
3.
Bacteriostatic WFI (USP), Adalah air steril untuk obat suntik yg mengandung satu atau lebih zat
antimikroba yg sesuai. Dikemas
dalam alat suntik atau vial-vial dengan volum maksimal 30 ml. Digunakan sebagai pembawa steril
untuk obat suntik dengan volume kecil . Jika volum pelarut yang dibutuhkan lebih dari 5
ml, maka digunakan steril WFI, bukan bakteriostatik WFI. Bakteriostatik yang ditambahkan
harus tidak bereaksi dengan bahan obat
4.
NaCL Injection (USP), Adalah larutan steril dan isotonik NaCl dalam air untuk obat suntik, tdk
mengandung antimikroba. Kandungan
ion Na dan Cl dalam obat suntik= 154 mEq/liter. Digunakan sbg pembawa steril dalam larutan atau
suspensi obat
5.
Injeksi Bakteriostatik NaCl , Adalah NaCl injection yg mengandung
bakteriostatik
6.
Ringer’s injection (USP), Berisi NaCl, Kalium klorida, dan Kalsium
klorida dalam air untuk obat suntik (kadarnya sama dengan kadarnya dalam cairan
badan), Digunakan
sebagai pembawa obat atau sebagai elektrolit
Pembawa bukan air
Ø
Digunakan
pada obat – obat yang kelarutannya dalam air terbatas, atau obat yang mudah
terhidrolisis
Ø
Syarat pembawa: tidak toksik, tidak
mengiritasi, inert terhadap obat, stabilitas fisis dan kimia pembawa dalam
berbagai tingkatan pH, viskositasnya, titik didihnya harus cukup tinggi shg
memungkinkan sterilisasi dengan panas, tekanan uap rendah (mencegah timbulnya
masalah selama sterilisasi dengan pemanasan), kemurnian stabil , diberikan
secara intramuskuler
Ø
Contohnya: minyak lemak nabati (viskositas tergantung pada komposisi asam
lemaknya), contoh: minyak jagung, wijen, biji kapas, kacang tanah, zaitun)
Ø
gliserin,
PEG, propilenglikol, alkohol
Sebagian masalah kelarutan dapat
diatasi dengan:
Ø
pembentukan
garam, misal: luminal Na, Thiamin HCl, dapat meningkatkan kelarutan sampai 1000
kali
Ø
Penambahan
kosolven, misal: PEG 300 dan 400 , propiolenglikol, etilalkohol
Ø
Penambahan
surfaktan sebanyak 0,1-0,5%
Ø
Penambahan
zat pengomplek, misal: Garam Na dari etilendiamin tetraklorid (EDTA) dalam
bentuk mikroemulsi
Ø
Pengaturan
pH
Penggolongan wadah berdasarkan cara
penggunaan:
u Wadah dosis tunggal, merupakan wadah
kedap udara, yang digunakan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal
(sekali pakai)
u Wadah dosis ganda, merupakan wadah
yang digunakan untuk pengambilan atau penggunaan sediaan steril secara berulang
tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian bagian yang
tertinggal
u Pada wadah dosis ganda, volum wadah
maksimal yang diperbolehkan yaitu 30 ml, dengan maksud untuk membatasi jumlah
tusukan pada tutup karet, dan menjaga penggunaan pengawet yang berlebih
Comments
Post a Comment