Obat Keracunan (Swamedikasi Keracunan)
SWAMDEIKASI KERACUNAN
A. PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Racun adalah zat atau senyawa yang
masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang menghambat respons pada sistem
biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan yang disebut dengan keracunan
makanan. Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi
makanan yang mengandung bahan berbahaya/toksik atau yang terkontaminasi (WHO,
2005). Kontaminasi bisa oleh bakteri, virus, parasit, jamur, toksin.
Pada tahun 2013, data kejadian luar
biasa (KLB) keracunan pangan yang dihimpun Badan POM RI menunjukkan terdapat 84
kasus. Adapun urutan jenis makanan yang diduga menyebabkan keracunan pangan
adalah 17 kejadian (36%) masakan rumah tangga; 13 kejadian (28%) pangan jasa boga;
12 kejadian (26%) pangan jajanan; dan 5 kejadian (11%) pangan olahan, di mana
umumnya pangan jajanan dan pangan jasa boga dihasilkan oleh industri pangan
siap saji.
Langkah pertama untuk menilai potensi
suatu paparan racun adalah menentukan apakah pasien punya gejala dan apakah
paparan tersebut dapat membahayakan pasien atau tidak, karena banyak paparan
yang tidak beracun atau dengan toksisitasnya rendah tidak mampu untuk
menyebabkan keracunan (Bernadi dkk, 2009). Gejala keracunan makanan bisa
dimulai beberapa saat setelah makan hingga tiga hari setelah mengonsumsi
makanan yang terkontaminasi. Beberapa gejala yang dapat terjadi antara lain
merasa mual dan muntah-muntah, mengalami diare, sakit atau kram perut.
Keputusan untuk memilih swamedikasi
ini bergantung pada sifat paparan racun, tingkat toksisitas dari paparan, dan
status kesehatan dari pasien itu sendiri. Swamedikasi ini hanya bisa diberikan
untuk pasien yang menelan paparan dengan tidak sengaja dan dengan tingkat
toksisitas yang dinilai minor.
Data faktual menunjukan bahwa 66%
orang sakit di Indonesia melakukan swamedikasi sebagai usaha pertama dalam
menanggulangi penyakitnya. Persentase tersebut cenderung lebih tinggi
dibandingkan 34 % penduduk yang langsung berobat jalan ke dokter (BPS, 2009),
sehingga swamedikasi ini telah menjadi alternative yang
diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan
pengobatan. Sehingga dalam kegiatan
swamedikasi ini apoteker sangat berperan penting dalam menunjang pengobatan
yang baik dan benar. Oleh karena itu, penulis menyusun sebuah makalah tentang
Swamedikasi Keracunan Makanan guna meningkatkan ketepatan dalam penatalaksanaan
terapi keracunan makanan.
2.
Klasifikasi Keracunan dan Patofisiologi
a.
Keracunan Makanan
Bahan makanan pada umumnya merupakan
media yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme. Proses
pembusukan merupakan proses awal dari akibat aktivitas mikroorganisme yang
mempengaruhi langsung kepada nilai bahan makanan tersebut untuk kepentingan
manusia. Selain itu, keracunan bahan makanan dapat juga disebabkan oleh bahan
makanannya sendiri yang beracun, terkontaminasi oleh protozoa, parasit, bakteri
yang patogen dan juga bahan kimia yang bersifat racun. Di Indonesia ada
beberapa jenis makanan yang sering mengakibatkan keracunan, antara lain:
1.
Keracunan Botulisme
Botulisme merupakan suatu bentuk
keracunan akibat penyerapan toksin/racun yang dikeluarkan oleh bakteri Clostridium botulinum Bakteri anaerob
ini sering tumbuh pada makanan atau bahan makanan yang diawetkan dan proses
pengawetan tidak baik, atau produk yang sudah lewat masa kadaluarsanya seperti:
sosis, bakso, ikan kalengan, daging kalengan, buah dan sayur kalengan. Toksin
botulinum merupakan racun terhadap saraf, toksin ini menghambat impuls saraf kolinergik.
Gejala akut dapat muncul 2 jam - 8
hari setelah menelan makanan yang terkontaminasi. Gejala awal dapat berupa
suara parau, mulut kering dan tidak enak pada epigastrium. Dapat pula timbul
muntah, diplopia, ptosis, disartria, gangguan penghilatan mata, dan kelumpuhan
otot skeletal dan yang paling berbahaya adalah kelumpuhan otot pernapasan.
Penatalaksanaan meliputi
dekontaminasi dengan memuntahkan isi lambung
jika korban masih sadar. Pemberian
arang aktif dapat dilakukan. Jika
tersedia dapat diberikan antitoksin botulinum pada
keracunan simtomatik (tidak dapat diswamedikasi)
2.
Keracunan Bongkrek
Bongkrek
merupakan sejenis tempe yang dibuat dari ampas kelapa dan kacang tanah. Tempe
bongkrek yang beracun mengandung racun asam bongkrek yang dihasilkan oleh
Pseudomonas cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas kelapa yang tidak jadi.
Bakteri ini juga akan mengubah gliserinum menjadi racun toksoflavin. Pada tempe
yang jadi, pseudomonas ini tidak akan tumbuh. Racun tersebut dapat menyebabkan
terhambatnya transport gula ke dalam eritrosit dan menyebabkan hemolysis karena
terhambatnya enzim glutamate transferase dan alkali fosfatase dalam eritrosit.
Selain itu, asam bongkrek juga
dapat mengganggu metabolism glikogen
dan memobilisasi glikogen hati sehingga terjadi efek hiperglikemia atau
hipoglikemia yang fatal.
Gejala keracunan bervariasi mulai
dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri perut sampai berat
berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan hipoglikemia kematian.
Antidotum spesifik keracunan bongkrek
belum ada. Terapi nonspesifik ditujukan untuk menyelamatkan nyawa, yaitu
mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi. Dan diberi arang
aktif.
3.
Keracunan Jengkol (Pithecolobium lobatum)
Jengkol adalah suatu jenis buah yang
biasanya dimakan sebagai lalapan, yang biasa menyebabkan keracunan adalah asam
jengkolat yang merupakan suatu asam amino yang mengandung belerang. Asam
jengkolat ini menyebabkan produksi urin menjadi lebih kental seperti berlumpur
yang berujung pada nefropati obstruktif.
Gejala dapat timbul 5-12 jam setelah
makan jengkol. Gejala keracunan: kolik, oliguria atau anuria, hematuria, gagal
ginjal akut. Gejala tersebut timbul sebagai akibat sumbatan saluran kemih oleh
kristal asam jengkolat.
Penatalaksanaannya ditujukan untuk mencegah terbentuknya
kristal dengan memberikan natrium bikarbonat 0.5– 2 gram 4 kali perhari secara
oral.
4.
Keracunan Sianida
(HCN)
Sianida merupakan zat kimia yang
sangat toksik dan banyak digunakan dalam berbagai industri. Sianida ini juga
terdapat pada beberapa jenis umbi atau singkong. Baik umbi, akar, maupun
daunnya mengandung suatu glikosida sianogenik. Penyebab keracunan singkong ini
adalah kadar asam sianida. Asam sianida ini akan mengganggu oksidasi
(pengangkutan O2) ke jaringan dengan cara mengikat enzim sitokrom oksidasi,
sehingga O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan dan menyebabkan organ yang
sensitive terhadap kekurangan O2 akan menurun kerjanya, terutama otak.
Gejala dapat berupa nyeri kepala,
mual, muntah, sianosis, dispnea, delirium dan bingung. Dapat juga segera
diikuti pingsan, kejang, koma dan kolaps kardiovaskular yang berkembang sangat
cepat.
Apabila gejala ringan dialami dapat
diberikan arang aktif, dan jika gela memburuk dapat diberikan penatalaksanaan
keadaan gawat darurat lakukan pembebasan jalan napas, berikan oksigen 100%,
memberikan natrium-tiosulfat 25% IV dengan kecepatan 2.5-5 ml/menit sampai
klinis membaik (tidak dapat diswamedikasi)
5.
Keracunan Jamur
Jamur merupakan tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai makanan. Jamur biasanya hidup di alam bebas dan terutama
muncul saat musim penghujan atau tempat lembab lain. Salah satu jenis jamur
yang beracun adalah Amanita sp. Amanita
sp.
Gejala muncul dalam jarak bebarapa
menit sampai 2 jam sesudah makan jamur yang beracun. Gejala tersebut berupa
sakit perut yang hebat, muntah, mencret, haus, berkeringat banyak, dan pingsan.
Tindakan pertolongan: apabila tidak
ada muntah-muntah, penderita dirangsang agar
muntah.
6.
Keracunan Ikan Laut
Beberapa jenis ikan laut dapat
menyebabkan keracunan.Diduga racun tersebut terbawa dari ganggang yang dimakan
oleh ikan tersebut. Gejala-gejala keracunan berbagai binatang laut tersebut
muncul kira-kira 20 menit sesudah
memakannya. Gejala itu
berupa: mual, muntah, kesemutan di
sekitar mulut, lemah badan dan susah
bernafas.
Tindakan pertolongan: usahakan agar
dimuntahkan kembali makanan yang sudah tertelan dan diberi arang aktif. Obat
yang khas untuk keracunan binatang-binatang laut belum tidak ada.
b.
Keracunan Insektisida
Insektisida digunakan untuk membasmi
bermacam-macam hama khususnya serangga. Insektisida golongan organofosfat ini
merupakan insektisida yang menghambat asetilkolinesterase, dimana enzim
asetilkolinesterase ini berfungsi untuk menghidrolisis asetilkolin menjadi
asetat dam kholin. Organofosfat mampu berikatan dengan sisi aktif dari enzim
ini, sehingga kerja dari enzim ini terhambat. Akibatnya jumlah asetilkolin
meningkat sehingga menimbulkan stimulasi reseptor postsinap yang persisten.
Efek penginhibisian enzim ini adalah takikardi, hipersalivasi, berkeringat
banyak dan hipertensi.
Penatalaksanaannya dapat dilakukan
pemberian arang aktif dan jika memburuk dapat diberi atropine (tidak dapat
diswamedikasi).
B. PATOFISIOLOGI SECARA UMUM
C. STRATEGI DAN SASARAN TERAPI
1.
Sasaran Terapi
a.
Mengatasi masuknya zat racun ke
dalam tubuh atau membuat racun yang telah masuk ke dalam tubuh menjadi hilang
(dieliminasi )
b.
Membantu mengatasi efek yang
ditimbulkan racun melalui tindakan farmakologi
dan nonfarmakologi yang tepat
2.
Strategi Terapi
a.
Menggunakan arang aktif untuk
mengikat dan mengeliminasi zat racun yang
tertelan
Mencegah absorbs
lebih lanjut dari racun dengan menggunakan sirup ipekak.
Terapi Non
Farmakologi
·
Paparan inhalasi dapat diatasi
dengan mengeluarkan pasien dari uap/ udara yang toksik ke udara yang bersih /segar.
·
Permukaan kulit dicuci dengan sabun
dan air (dua kali) untuk mengurangi waktu kontak paparan kimia (toksik)
·
Paparan toksik ke mata dapat dibasuh dengan air
mengalir selama 10-15 menit.
·
Minum susu
·
Minum air putih
·
Stimulasi reflex muntah manual pada
baggian belakang terngorokan dengan menggunakan jari, namun cara ini tidak
direkomendasikan karena bisa menyebabkan cedera.
D. EVALUASI PRODUK
1.
Norit
Nama Produk
|
Norit
|
Indikasi
|
Diare, dan perut kembung,
rasa mual,
gangguan
lambung, keracunan
|
Kontraindikasi
|
Penderita yang hipersensitif terhadap
bahan obat ini.
|
Efek Samping
|
Obstipasi atau sembelit yang sangat
parah mungkin
bisa terjadi
|
Perhatian
|
Sebaiknya tidak minum
Norit bersamaan
dengan obat
lain.
|
Komposisi
|
Karbon Aktivatus 125 mg;
excipients Ad
325 mg
|
Bentuk Sediaan
|
Tablet
|
Aturan pakai
|
Diare, dengan atau tanpa kram perut: 3-4 tablet tiga kali
sehari, maksimal 12 tablet sehari
Perut kembung karena gas berlebihan di usus, atau gangguan
pencernaan lain: 2 tablet setelah makan, diulang setelah 2 jam
Keracunan
makanan: 1 g/kg atau 20 tablet, diulang dalam jeda waktu yang pendek
seperlunya
|
Kemasan
|
Botol @40tablet
|
Harga
|
Rp 16.525,- /
Botol
|
Cara Penyimpanan
|
Simpan pada suhu ruangan,
jauhkan dari
cahaya langsung dan tempat yang lembap.
|
2. BEKARBON
Nama Produk
|
Bekarbon
|
Indikasi
|
Diare, perut kembung dan keracunan
makanan.
|
Kontraindikasi
|
|
Efek Samping
|
Pada pemakaian BEKARBON dengan
dosis terlalu
besar dapat menyebabkan sembelit, muntah dan feses hitam.
|
Perhatian
|
Hindari konsumsi produk susu dan untuk konsumsi
suplemen makanan sebaiknya diminum 2 jam setelah konsumsi
BEKARBON
|
Komposisi
|
Arang Aktif
|
Bentuk Sediaan
|
Tablet
|
Aturan pakai
|
Penggunaan BEKARBON pada orang dewasa diminum 3 kali
sehari 3-4 tablet dan untuk anak-anak 3 kali sehari 1-2
tablet.
|
Kemasan
|
Botol @750
|
Harga
|
Rp. 18.090
|
Cara Penyimpanan
|
Simpan pada suhu
ruangan, jauhkan dari
cahaya langsung
dan tempat yang lembap
|
Industri
|
PT. KIMIA FARMA
|
KASUS
Tiga bulan lamanya Mariati mengirit
pengeluaranya untuk menabung ingin ke Korea Selatan menemui penyanyi idolanya.
Sudah 3 hari belakangan, Mariati sering menahan lapar demi mengirit
pengeluarannya, hingga pada suatu hari, Mariati merasa tidak dapat menahan
kelaparan di kosnya, dengan berat hati, Mariati lantas merelakan rupiahnya
untuk membeli nasi ikan tongkol dengan
kuah indomi di warung yang tidak jauh dari kosnya. Setelah 20 menit
menyantap ikan tersebut, Mariati tiba-tiba merasa pusing dan mual. Mariati pun
dengan berat hati memaksakan diri ke apotek terdekat dengan maksud membeli obat
untuk mengatasi sakit perutnya tanpa perlu ke dokter terlebih dahulu.
a. Obat yang ditawarkan
•
Norit ( Rp 16.525)
•
Bekarbon (Rp. 18.090)
b. PIO yang diberikan
Dari kasus
tersebut, obat yang dipilih adalah Norit
• Cara penggunaan obat
Norit diminum
dengan air putih
• Aturan pakai
20 tablet norit
pada saat keracunan (PC), namun akan lebih efektif jika lambung kosong dan
diulangi dalam jeda waktu yang pendek (3 jam) jika dirasa gejala masih timbul,
dan apabila sakit berlanjut hubungi dokter
• Cara Penyimpanan
Simpan ditempat
sejuk dan kering, terlindung dari cahaya matahari.
• Perhatian
o
Sebaiknya tidak minum Norit bersamaan dengan obat lain.
• Indikasi
o
Diare
o
Perut Kembung
o
Keracunan
• Terapi nonfarmakologi
o
Minum susu (3 jam setelah minum obat Norit)
o
Minum air putih
o
Stimulasi reflex muntah manual
pada baggian belakang terngorokan dengan menggunakan jari, namun cara ini tidak
direkomendasikan karena bisa menyebabkan cedera.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2015. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2015 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Bulan Keamanan Pangan Nasional. Jakarta: BPOM RI.
Berardi, R.R., Ferreri, S.P., Hume, A.L., Kroon, L.A.,
Newton, G.D., Popovich, N.G., Remington, T.L., Rollins, C.J., Shimp, L.A. &
Tietze, K.J. 2009. Handbook of
Nonprescription Drug: An Interactive Approach to Self-Care, Sixteenth Ed.,
759-769, Washington DC : American Pharmacists Association.
BPS
Indonesia. 2010. Sensus Penduduk
Indonesia. Jakarta : Badan Pusat Statistik Indonesia.
World Health Organization. 2005. Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines for the
Management of Common Illnesses with Limited Resources. China: WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data.
Comments
Post a Comment