Obat Migrain (Swamedikasi Migrain)
SWAMEDIKASI MIGRAIN
1.
PENDAHULUAN
Setiap
individu pasti pernah mengalami nyeri
dan mendapat nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri berkaitan erat dengan
ketidaknyamanan pada seorang individu dan merupakan alasan yang paling umum
untuk orang mencari perawatan kesehatan. Menurut Corwin (2009)
Nyeri adalah sensasi subyektif, rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan
dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat bersifat protektif, yaitu menyebabkan
individu menjauh atau menghindari stimulus yang berbahaya. Deskripsi nyeri
bersifat subyektif dan obyektif, berdasarkan lama (durasi), kecepatan sensasi,
dan lokasi.
Nyeri adalah sensasi
yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi
dengan orang lain. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang
benar-benar sama (Berman,
2009). Nyeri
kepala merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien saat datang
ke dokter, baik ke dokter umum maupun neurolog. Sampai saat ini nyeri kepala
masih merupakan masalah. Masalah yang diakibatkan oleh nyeri kepala mulai dari
gangguan pada pola tidur, pola makan, depresi sampai kecemasan. Hampir 90%
nyeri kepala tidak membahayakan. Meskipun demikian, dokter dihadapkan dengan
tugas penting dalam memilah mana nyeri kepala yang bahaya dan mana yang
mengancam nyawa. Banyaknya penyakit yang disertai keluhan nyeri kepala membuat
dokter perlu melakukan pendekatan yang fokus dan sistematis agar mendapatkan
diagnosis nyeri kepala dengan tepat. Diagnosis yang tepat akan dapat
mengantarkan pada pengobatan yang tepat. Namun, masyarakat kini lebih suka
melakukan pengobatan mandiri dengan cara membeli obat langsung ke apotek tanpa
mendatangi dokter terlebih dahulu terutama untuk penyakit ringan seperti
migrain, sehingga peran apoteker pun dalam melakukan swamedikasi nyeri harus
benar dan tepat. Mengingat pentingnya cara swamedikasi yang tepat maka dalam
makalah ini akan dibahas bagaimana swamedikasi nyeri kepala (migrain) yang baik dan benar.
2.
KLASIFIKASI
NYERI
Menurut
kriteria International Classification of Headache (IHS) (2014), nyeri kepala
dibedakan menjadi nyeri kepala primer dan sekunder. 90% nyeri kepala masuk
dalam kategori nyeri kepala primer, 10% sisanya masuk dalam kategori nyeri
kepala sekunder. Nyeri kepala primer merupakan nyeri kepala yang tidak
ditemukan adanya kerusakan struktural maupun metabolik yang mendasari nyeri
kepala. Nyeri kepala sekunder apabila nyeri kepala didasari oleh adanya
kerusakan struktural atau sistemik.
International
Classification of Headache (IHS) (2014),
mengklasifikasikan nyeri kepala primer terdiri dari: migrain, nyeri kepala tipe
tegang, dan nyeri kepala klaster.
1.
Migren
Migraine
adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala primer dengan
kualitas vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh mual,
fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi. Serangan seringkali berulang
dan cenderung tidak akan bertambah parah setelah bertahun-tahun. Migren bila
tidak diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam dan yang klasik terdiri atas 4
fase yaitu fase prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase aura (kurang lebih
15% kasus), fase nyeri kepala dan fase postdromal (PPK, 2014).
2.
Nyeri kepala tipe
tegang (Tension Type Headache)
Nyeri kepala tipe
tegang adalah manifestasi dari reaksi tubuh terhadap stress, kecemasan,
depresi, konflik emosional, dan kelelahan (IHS, 2014). Nyeri kepala ini dapat
berlangsung selama 30 menit sampai tujuh hari. Cirinya adalah rasa nyeri yang
menekan atau menjepit dengan intensitas ringan sampai sedang dan lokasi nyeri
yang bilateral. (Oman, McLain, Scheetz, 2008).
3.
Nyeri kepala
klaster dan sefalgia trigeminal otonomik yang lain.
Nyeri kepala klaster (cluster
headache) adalah nyeri kepala hebat yang periodik dan proksimal, biasanya
terlokalisir di orbita, berlangsung singkat (15 menit sampai 2 jam) tanpa gejala
prodromal (IHS, 2014). Nyeri kepala klaster dapat berlangsung selama 15-180
menit. Sakit kepala ini sering terjadi pada laki-laki, dan terjadi beberapa
kali sehari dalam berminggu-minggu kemudian diikuti masa interval tanpa nyeri
(Oman, McLain, Scheetz, 2008).
1. PENGUKURAN
INTENSITAS NYERI
Skala penilaian numeric (Numerik Rating
Scale) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Pasien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Nol diartikan
tidak nyeri, rentang 1-3 diartikan nyeri ringan (secara objektif pasien dapat
berkomunikasi baik), rentang 4-6 diartikan nyeri sedang (secara objektif pasien
mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik), rentang 7-9 diartikan nyeri berat
(secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah dengan baik
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan perubahan posisi, nafas
panjang dan distraksi), dan 10 diartikan nyeri hebat (pasien sudah tidak mampu
berkomunikasi) (Prasetyo, 2010).
Pengukuran dengan menggunakan skala
numerik ini lebih mudah dipahami pasien, baik diberikan secara lisan ataupun
dengan mengisi form kuesioner. Pasien diminta memberikan tanda silang pada
intensitas nyeri yang dirasakan (Sudoyo, dkk, 2006). Skala ini paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri dan setelah intervensi terapeutik
(Potter dan Perry, 2006).
Kriteria diagnosa migrain menurut IHS :
1)
Migrain
dengan Aura, mensyaratkan bahwa harus terdapat paling tidak 3 dari 4
karakteristik berikut :
a.
Migrain
dengan satu atau lebih aura reverrisbel yang mengindikasikan disfungsi serebral
korteks dan atau tanpa disfungsi batang otak.
b.
Paling
tidak ada satu aura yang terbentuk berangsur-angsur lebih dari 4 menit.
c.
Aura
tidak bertahan lebih dari 60 menit.
d.
Sakit
kepala mengikuti aura dalam interval bebas waktu tidak mencapai 60 menit.
2)
Migrain
tanpa aura mensyaratkan bahwa harus terdapat paling sedikit 5 kali serangan
nyeri kepala yang memenuhi kriteria berikut :
a.
Berlangsung
4-72 jam
b.
Paling
sedikit memenuhi dua dari :
1.
Unilateral
2.
Sensasi
berdenyut
3.
Intesitas
sedang sampai berat
4.
Diperburuk
oleh aktifitas
5.
Terjadi
mual, muntah, fotofobia dan fonofobia
1.
PATOFISIOLOGIS
MIGRAIN
Migrain
merupakan gangguan nyeri kepala ditandai dengan adanya serangan nyeri yang
berkepanjangan dan tiba-tiba dengan vasokontriksi yang diikuti dengan
vasodilatasi. Migrain dapat diawali dengan adanya sensasi prodromal seperti
silau dan penglihatan ganda. Migrain kemungkinan disebabkan oleh ketegangan
emosional yang berkepanjangan, dan menyebabkan reflek vasospasme dari beberapa
arteri di kepala termasuk arteri yang mensuplai otak. Vasospasme akan
menyebabkan sebagian otak menjadi iskemik dan menyebabkan gejala prodromal.
Desakan darah menyebabkan pembuluh darah dilatasi dan terjadi peregangan
dinding arteri sehingga menyebabkan nyeri atau migrain (Muttaqin, 2008).
2.
SASARAN
DAN STRATEGI TERAPI MIGRAIN
a.
Sasaran terapi
·
Menurunkan frekuensi,
berat dan durasi serangan nyeri kepala
·
Menghindari
meningkatnya nyeri kepala
·
Memperbaiki kualitas
hidup
·
Mengembalikan fungsi
normal
b.
Strategi terapi
·
Terapi non farmakologi
(Menghindari atau menghilangkan pemicu)
·
Terapi abortif Ã
dimulai saat terjadinya serangan ( parasetamol, aspirin, NSAIDs)
·
Terapi profilaksis Ã
diperlukan jika serangan terjadi lebih dari 2-3 kali sebulan, serangan berat
dan menyebabkan gangguan fungsi, terapi simptomatik gagal atau menyebabkan efek
samping serius.
·
Pada pengobatan sendiri
(swamedikasi), strategi terapi lebih diutamakan pada terapi abortifnya.
Sedangkan terapi profilaksis biasanya dilakukan jika telah ada diagnosis lebih
lengkap oleh dokter
·
Terapi abortif
ü Analgesik
o Acetaminofen
(paracetamol)
Merupakan
obat analgesik dan antipiretik yang bekerja dengan cara menghambat sintesis
prostaglandin di bagian sentral. Parasetamol diserap dengan baik pada saluran
gastrointestinal dan dimetabolisme di hati menjadi asam glukoronat dan konjugat
asam belerang. Selain itu PCT juga dimetabolisme menjadi metabolit hepatotoksik
intermediet oleh enzim Sitokrom P450. Aktivitas analgesik PCT diperkirakan
bereaksi setelah 30 menit setelah dikonsumsi secara oral, durasi kerja PCT
sekitar 4 jam. Parasetamol efektif dalam mengurangi nyeri ringan hingga sedang.
o Salisilat
(aspirin, magnesium salisilat and natrium salisilat)
Salisilat
adalah agen antiinflamasi yang bekerja dengan menghambat enzim COX1 dan COX2
pada proses sintesis prostaglandin, sehingga akan mengurangi sensitivitas
reseptor nyeri. Aspirin diserap dalam lambung dan usus kecil.
ü NSAIDs
(ibuprofen dan nafroxen)
NSAIDs
meringankan nyeri dengan cara menghambat COX pada bagian peripheral sehingga
menghambat sintesis prostaglandin. Sama halnya dengan PCT, NSAIDs diserap
dengan baik pada saluran GI, dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui
urin. NSAIDs memiliki efek analgesik, antipiretik dan antiinflamasi, serta memiliki
fungsi menurunkan nyeri ringan sampai sedang. Aktivitas analgesik ibuprofen
selama 6-8 jam sedangkan nafroxen selama 12 jam.
1.
PENATALAKSANAAN
NYERI
1.
EVALUASI
PRODUK
Nama
obat
|
Parasetamol/Asetaminofen
|
Indikasi
|
Nyeri ringan sampai sedang, demam
|
Hal yang harus diperhatikan
|
- Dosis harus tepat, tidak berlebihan, bila dosis berlebihan
dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan ginjal.
- Sebaiknya diminum setelah makan - Hindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis. - Hindari penggunaan bersama dengan alkohol karena meningkatkan risiko gangguan fungsi hati. - Konsultasikan ke dokter atau Apoteker untuk penderita gagal ginjal. |
Kontra
indikasi
|
Obat demam tidak boleh digunakan pada penderita gangguan fungsi hati penderita
yang alergi terhadap obat ini pecandu alkohol
|
Bentuk
sediaan
|
Tablet 100 mg
Tablet 500 mg Sirup 120 mg/5ml |
Aturan
pemakaian
|
Dewasa : 1 tablet (500 mg) 3 – 4 kali sehari, (setiap 4 – 6 jam)
Anak :
·
0 – 1
tahun : ½ - 1 sendok teh sirup, 3–4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
·
1 – 5
tahun : 1 – 1 ½ sendok teh sirup, 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
·
6-12
tahun : ½ - 1 tablet (250-500 mg), 3 – 4 kali sehari (setiap 4 – 6 jam)
|
Efek
samping
|
Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritemia atau urtikari,
kelainan darah, hipotensi, kerusakan hati.
|
Industri
|
PT. PROMEDRAHARJO FARMASI INDUSTRI
|
Harga
|
Paracetamol 500 mg Rp. 3000 / strip (10 tablet)
|
a.
Parasetamol
(Depkes, 2006)
Nama
obat
|
Aspirin
|
Indikasi
|
Nyeri ringan sampai sedang, demam, arthritis rheumatoid.
|
Hal yang harus diperhatikan
|
- Aturan pemakaian harus tepat, diminum setelah makan atau
bersama
makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung. - Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi - Jangan diminum bersama dengan minuman beralkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan lambung. - Konsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin C. |
Kontra
indikasi
|
Tidak boleh digunakan pada:
- Penderita alergi termasuk asma - Tukak lambung (maag) dan sering perdarahan di bawah kulit - Penderita hemofilia dan trombositopenia |
Bentuk
sediaan
|
Tablet 100 mg
Tablet 500 mg |
Aturan
pemakaian
|
Dewasa : 500 mg setiap 4 jam (maksimal selama 4 hari)
Anak : 2 – 3 tahun : ½ - 1 ½ tablet 100 mg, setiap 4 jam 4 – 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam 6 – 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam 9 – 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam > 11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam |
Efek
samping
|
- Nyeri lambung, mual, muntah
- Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan perdarahan lambung |
Industri
|
BAYER
|
Harga
|
Aspirin 500 mg Rp. 6100 / strip
|
b.
Aspirin
(Depkes, 2006)
c.
Bufect
Nama
obat
|
Bufect
|
Indikasi
|
Meredakan nyeri ringan sampai sedang,
nyeri pasca operasi, untuk nyeri penyakit reumatik, nyeri otot, dan meredakan
demam.
|
Hal yang harus diperhatikan
|
Penggunaan pada pasien dengan riwayat
gastrointestinal bagian atas, gangguan fungsi ginjal, hipertensi, asma.
|
Kontra
indikasi
|
Pasien dengan hipersensitif terhadap
AINS lain, ulkus peptik. Pasien yang mengalami asma, rhinitis atau
urtikariajika menggunakan aspirin atau obat AINS lain. Pada masa kehamilan
trisemster 3
|
Bentuk
sediaan
|
Bufect film coated tablet 200 mg
Bufect forte oral susp. 200 mg/5 ml
Bufect oral susp. 100 mg/5 ml
|
Aturan
pemakaian
|
Diberikan setelah atau bersama
makanan.
Dosis :
Dewasa dan anak 8-12 tahun : 1 tablet
3-4 kali sehari
Anak 3-7 tahun : ½ tablet 3-4 kali
sehari
Anak 1-2 tahun : ¼ tablet 3-4 kali sehari
|
Efek
samping
|
Mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri abdomen atau rasa
terbakar pada perut bagian atas, ruam kulit, bronkospasme, trombositopenia,
limfopenia, gangguan penglihatan
|
Industri
|
Sanbe Farma
|
Harga
|
Bufect film coated tablet 200 mg =50.000 / box
Bufect forte oral susp. 200 mg/5 ml = 16.250/box
Bufect oral susp. 100 mg/5 ml = 11.560/box
|
(Depkes, 2006)
2.
SIMULASI
KASUS
Ibu Juleha (35 tahun) datang ke apotek sambil
menyeringai dan memegang kepala dibagian kiri. Beliau mengeluh, merasakan nyeri
kepala sesekali selama kurang lebih 4 jam pada saat bekerja. Nyeri ditandai dengan
kepala berdenyut tiba-tiba, meskipun begitu namun dia tetap mampu melanjutkan
pekerjaannya. Dia
juga merasakan mual dan merasa
lemas. Ibu Juleha merasakan semakin sakit saat melihat sinar matahari. Dia telah menggunakan parasetamol 500
mg tetapi tidak menghilangkan rasa sakit.
Anamnesa :
- Nyeri kepala bagian kiri sambil
menyeringai
- Nyeri sesekali selama kurang lebih 4
jam
- Kepala berdenyut tiba-tiba
- Mual dan lemas
- Mengalami fotofobia
- Penggunaan PCT tidak dapat mengurangi
rasa nyeri.
Berdasarkan ciri-ciri diatas ibu
Juleha dapat dikatakan mengalami Migrain. Oleh karena itu berikut rencana swamedikasi
untuk pasien migrain:
-
Bila memungkinkan
beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin.
-
Berolahraga secara
teratur, olahraga aerobik secara teratur mengurangi tekanan dan dapat mencegah
migren
-
Karena migrain tidak
terlalu berat (ringan) maka dapat menggunakan terapi farmakologi tanpa resep.
-
Jangan memberikan parasetamol karena Ibu Juleha juga pernah mencobanya namun tidak
mengurangi rasa sakitnya.
-
Karena parasetamol
tidak mempan maka disarankan untuk minum
aspirin yang merupakan lini terapi swamedikasi selanjutnya, jika penggunaan
parasetamol tidak berhasil.
-
Gunakan aspirin 500 mg saat merasa migrain, minum setiap 8 jam jika
perlu. Jangan minum lebih dari 3 tablet dalam 24 jam.
-
Gunakan analgesik tanpa
resep selama 3 hari, jika migrain
berlanjut segera periksa ke dokter.
-
Penghilang rasa sakit
diharapkan terjadi dalam 30-60 menit.
-
Perhatikan efek samping
aspirin
-
Hentikan penggunaan
aspirin dan periksa ke dokter jika:
o Nyeri lambung, mual, muntah.
o Pemakaian dalam waktu lama dapat menimbulkan tukak dan
perdarahan lambung
perdarahan lambung
-
Simpan obat pada wadah
tertutup dan jauh dari jangkauan anak-anak
-
Kenapa tidak boleh menggunakan
obat tanpa resep lebih dari 3 hari, karena jika digunakan lebih dari 3 hari
dapat menyebabkan sakit kepala melambung, selain itu sakit kepala yang
berlanjut lebih baik diobati dengan obat-obatan yang harus menggunakan resep
dokter.
3.
KESIMPULAN
Swamedikasi
nyeri kepala dapat dilakukan dengan mengacu pada skema penatalaksanaan nyeri,
mempertimbangkan keluhan pasien, riwayat penggunaan obat pasien, umur, riwayat
alergi dan penyakit pasien, kemudian rencanakan terapi non farmakologis dan
terapi abortif (farmakologis) yaitu dengan menggunakan lini terapi analgesik parasetamol
jika tidak efektif maka gunakan aspirin atau NSAID.
DAFTAR PUSTAKA
A Potter, & Perry, A. G. 2007. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,.
Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume 2.
Jakarta: EGC.
Adam, John MF. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Dislipidemia, Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Berman, Audrey.
2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis Kozier & ERB. Jakarta: EGC.
Corwin, EJ. 2009. Buku
Saku Patofisiologi, 3 Ed. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
International
Headache Society. 2014.
The International Classification of
Headache Disorders, 3rd edition. Cephalalgia: 33(9) 629–808.
Ikatan Dokter Indonesia. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta: PB IDI.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
Oman, Kathleen., S McLain, Koziol dan Scheetz, Linda J. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergency. Jakarta: EGC.
Prasetyo. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sjahrir, Hasan. 2004 . Nyeri Kepala, Kelompok Studi Nyeri Kepala. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4,
Jilid 1. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Comments
Post a Comment