Sariawan, Swamedikasi penyakit rongga mulut (Stomatitis)


SWAMEDIKASI
PENYAKIT RONGGA MULUT
“RADANG MUKOSA MULUT”




DISUSUN OLEH

KELOMPOK 7
NI WAYAN RIYANI MARTYASARI          (K1A015026)
SRI HARDINASTI                                           (K1A015036)
YUNI APRIANTI                                             (K1A015041)





FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI FARMASI
UNIVERSITAS MATARAM
2018




RADANG MUKOSA MULUT

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Radang mukosa mulut atau stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak ini dapat berupa bercak tunggal maupun berkelompok. Radang mukosa mulut dapat menyerang selaput lendir pipi bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi serta langit– langit dalam rongga mulut. Munculnya radang mukosa mulut ini disertai rasa sakit dan merupakan penyakit mulut yang paling sering ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10% dari populasi menderita penyakit ini, dan wanita lebih mudah terserang dibandingkan pria (Scully, 2006).
 Radang mukosa mulut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain defisiensi vitamin seperti zat besi, asam folat, vitamin B12 atau B kompleks, psikologis, trauma, endokrin, herediter, alergi, imunologi, dan lain–lain (Lewis & Jordan, 2012). Sumber lain menyebutkan penyebab radang mukosa mulut sesungguhnya sangat beragam, mulai dari tergigit, luka ketika menyikat gigi, alergi terhadap makanan ataupun adanya infeksi oleh bakteri. Biasanya, ulser yang perih ini timbul kembali dalam interval waktu 3 hingga 4 minggu atau terkadang tidak kunjung sembuh. Kekambuhan selama satu bulan dapat terjadi, namun hal tersebut sulit diprediksi. Radang tipe minor secara individual berlangsung selama 7–14 hari kemudian pulih tanpa meninggalkan bekas. Radang mukosa mulut secara tipikal dapat mengenai daerah mukosa yang tak berkeratin, seperti mukosa bukal, mukosa labial, sulkus atau batas lateral lidah (Cawson & Odell, 2008).
Radang mukosa ini dapat menyerang pada semua usia, dan sering kali pada masa kanak–kanak, namun puncaknya pada masa remaja atau dewasa. Waktu timbulnya dapat bervariasi, kadang–kadang memiliki interval waktu yang relatif teratur. Untuk mengobati radang tersebut, kebanyakan masyarakat melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dengan datang ke apotek atau toko obat lainnya untuk berkonsultasi dengan apoteker mengenai obat yang akan digunakan. Menurut Nathan (2010), Sebanyak 75% dari masyarakat yang mengalami radang mukosa mulut minor melakukan pengobatan sendiri (swamedikasi) dan biasanya perawatan dilakukan tanpa perlu ke dokter. Sehingga dalam kegiatan swamedikasi ini apoteker sangat berperan penting dalam menunjang pengobatan yang baik dan benar. Oleh karena itu, penulis menyusun sebuah makalah tentang Swamedikasi Penyakit Rongga Mulut “Radang Mukosa Mulut” guna meningkatkan ketepatan dalam penatalaksanaan terapi radang mukosa mulut.
2.      Klasifikasi Radang/Iritasi Mukosa Mulut
Berdasarkan gejala klinis radang mukosa mulut dapat diklasifikasikan menjadi 4 bentuk klinis (Wray dkk., 2003).
a.         Bentuk minor
Sebagian besar pasien (85%) menderita ulser bentuk minor, yang ditandai dengan ulser bentuk bulat atau oval, disertai rasa nyeri dengan diameter antara 2−4 mm, kurang dari 1 cm dan dikelilingi oleh pinggiran yang eritematous. Ulser ini cenderung mengenai daerah non keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal, dan dasar mulut. Ulsernya bisa tunggal atau merupakan kelompok yang terdiri dari empat sampai lima dan menyembuh dalam waktu 7−14 hari tanpa disertai pembentukan jaringan parut.
b.        Bentuk mayor
Radang mukosa mulut tipe mayor dijumpai pada kira-kira 10% penderita, ulser bentuk mayor ini lebih besar dari bentuk minor. Ulsernya berdiameter 1−3 cm, sangat sakit dan disertai dengan demam ringan, terlihat adanya limfadenopati submandibula. Ulser ini dapat terjadi pada bagian mana saja dari mukosa mulut termasuk daerah berkeratin. Berlangsung selama 4 minggu atau lebih dan sembuh disertai pembentukan jaringan parut.
c.         Bentuk Herpetiformis
Bentuk Herpetiformis mirip dengan ulser yang terlihat pada infeksi herpes primer, sehingga dinamakan herpetiformis. Gambaran yang paling menonjol adalah adanya ulser kecil berjumlah banyak dari puluhan hingga ratusan dengan ukuran mulai sebesar kepala jarum (1−2 mm) sampai gabungan ulser kecil menjadi ulser besar yang tidak terbatas jelas sehingga bentuknya tidak teratur.

d.        Bentuk Sindrom Behcet
Sindrom behcet merupakan sindrom yang mempunyai tiga gejala yaitu aphthae dalam mulut, ulser pada genital dan radang mata. aphthae dalam mulut dari sindrom behcet mirip dengan radang mukosa mulut dan biasanya merupakan gejala awal dari sindrom behcet.
3.      Etiologi Radang Mukosa Mulut
Etiologi radang mukosa mulut masih belum diketahui secara pasti dari seluruh kasus yang ada, faktor penyebab baru dapat teridentifikasi sekitar 30%. Menurut Cawson dan Odell, bahwa faktor penyebab radang mukosa mulut antara lain:
a.       Trauma
Adanya riwayat trauma pada penderita sebagai gejala awal misalnya tergigit, trauma sikat gigi, pemakaian peralatan gigi, sehingga terjadi ulser pada mukosa mulut.
b.      Infeksi
Belum adanya bukti bahwa radang mukosa mulut secara langsung disebabkan oleh mikroba, diduga yang berperan penting untuk terjadinya radang mukosa mulut adalah adanya reaksi silang antigen dari streptococcus. Hipotesis lain, meskipun belum terbukti, menyatakan adanya gangguan regulasi imun yang disebabkan oleh virus herpes atau virus lainnya.
c.       Gangguan Imunologik
Sampai saat ini etiologi radang mukosa mulut belum diketahui, radang mukosa mulut cenderung dikaitkan dengan proses autoimun. Peneliti lain mengemukakan adanya perubahan perbandingan antara limfosit T helper dan T supressor.
d.      Gangguan Pencernaan
Radang mukosa mulut sebelumnya dikenal dengan nama dyspeptic ulcer namun jarang berkaitan dengan penyakit gastrointestinal. Adanya hubungan dengan penyakit ini biasanya karena terjadi defisiensi, terutama defisiensi vitamin B12 atau asam folat yang terjadi secara sekunder akibat malabsorbsi.
e.       Defisiensi Nutrisi
Defisiensi zat besi, vitamin B12 dan asam folat, telah dilaporkan pada lebih dari 20% penderita dengan radang mukosa mulut. Pemberian vitamin B12 atau asam folat akan mempercepat penyembuhan radang mukosa mulut.

B.     PATOFISIOLOGI RADANG MUKOSA MULUT MINOR
Tubuh sebenarnya memiliki pertahanan tubuh alamiah terhadap serangan bakteri. Pertahanan ini disebut dengan sistem laktoperoksidase (LP-system). Sistem ini terdapat pada saliva atau ludah. LP system dapat berfungsi sebagai bakteriostatis terhadap bakteri mulut dan bakteriosid terhadap bakteri patogen jika tersedia ketiga komponennya yaitu enzim laktoperoksidase, dosianat, dan hydrogen peroksida (H2O2). Bakteri di dalam mulut dapat berkembang biak tak terkendali jika sistem laktoperoksidase dalam saliva menurut atau rusak. Hal ini dikarenakan seringnya mengonsumsi makanan yang mengandung zat-zat kimia, seperti perasa, pewarna, dan pengawet.
Bakteri yang tumbuh tersebut kemudian ditanggapi oleh tubuh baik secara lokal atau sistemik. Tanggapan ini dapat berlangsung wajar, artinya tanggapan-tanggapan tersebut secara normal dapat dieleminasi melalui aksi fagositosis. Sebenarnya reaksi tubuh terhadap rangsangan yang merusak itu bertujuan untuk mengurangi atau meniadakan peradangan tersebut. Tetapi kadang-kadang reaksi jaringan berlebih, melebihi porsi stimulusnya sendiri sehingga reaksi pertahanan yang tadinya dimaksudkan untuk melindungi struktur dan fungsi jaringan justeru berakhir dengan kerusakan jaringan sendiri.
Selain itu, radang mukosa mulut atau iritasi mukosa minor diakibatkan oleh prosedur dalam menyikat gigi yang tidak tepat sehingga menimbulkan luka, cedera yang tidak disengaja (contohnya: menggigit lapisan mukosa pipi saat makan atau abrasi akibat mengunyah makanan yang tajam dan renyah) atau iritasi lain pada mulut, gusi, atau langit-langit mulut dapat diobati dengan berbagai obat nonresep.
C.     SASARAN DAN STRATEGI TERAPI
1.      Sasaran Terapi
a.       Mengontrol rasa tidak nyaman dan rasa sakit
b.      Membantu menyembuhkan iritasi melalui tindakan farmakologi dan nonfarmakologi yang tepat
c.       Mencegah infeksi bakteri sekunder
2.      Strategi Terapi
a.       Menggunakan analgesik oral untuk meredakan rasa tidak nyaman atau nyeri.
b.      Menyembuhkan area yang terluka atau iritasi 

D. PENATALAKSANAAN RADANG RONGGA MULUT ATAU IRITASI MINOR




Terapi non farmakologi :
1.     Mengonsumsi buah yang mengandung vitamin C dan vitamin B12.
2.     Mengkonsumsi banyak air putih dan istrahat yang cukup.
3.     Hindari makan makanan yang panas dan diikuti dengan minum minuman dingin.
4.     Olahraga yang rutin dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga menurunkan resiko terjadinya sariawan yang disebabkan penurunan sistem imun.

E.    EVALUASI PRODUK
1.      Betadine Obat Kumur




2.      Enkasari


 
3. Minosep
4. Antiseptik tenggorokan




DAFTAR PUSTAKA
Cawson. R. A & Odell. E. W. Cawson’s Essentials of Oral Pathology
and Oral Medicine. 8th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2008: 42, 46-7.
Lewis AO, Jordan CK, 2012. Oral Medicine. London: Manson Publising Ltd.
Nathan, A. 2010. Non-Prescribtion Medicines Fourth Edition. London : Pharmaceutical Press.
Scully, C. 2006. Clinical Practise. Aphthous Ulceration. N Engl J Med 355(2): 165-172.
Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. 2003. Textbook of general and oral surgery. China : Churchill Livingstone.

  



Comments