Laporan Praktikum Farmakognosi | PEMBUATAN DAN PEMERIKSAAN SIMPLISIA



PEMBUATAN DAN PEMERIKSAAN SIMPLISIA
Sri Hardinasti / K1A015036
Program Studi Farmasi, Universitas Mataram

PENDAHULUAN
            Temulawak dengan nama latin Curcuma xanthorrhiz Roxb  merupakan tanaman asli Indonesia dan termasuk salah satu jenis temuan yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Kini temulawak telah dikembangkan sebagai sumber bahan pangan, pewarna, bahan baku industri (seperti kosmetika), maupun dibuat makanan atau minuman segar. Temulawak telah dibudidayakan dan banyak ditanam di pekarangan atau tegalan, juga sering ditemukan tumbuh liar di hutan jati dan padang alang-alang. Tanaman ini lebih produktif pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari dan dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi (Dalimartha,2007).
Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) menjadi salah satu tumbuhan obat keluarga Zingiberaceae yang banyak tumbuh dan digunakan sebagai bahan baku obat tradisional di Indonesia (Prana 2008). Tumbuhan temulawak secara empiris banyak digunakan sebagai obat tunggal maupun campuran. Terdapat lebih dari dari 50 resep obat tradisional menggunakan temulawak (Rachman et al. 2007). Eksistensi temulawak sebagai tumbuhan obat telah lama diakui, terutama dikalangan masyarakat Jawa. Rimpang temulawak merupakan bahan pembuatan obat tradisional yang paling utama. Kasiat temulawak sebagai upaya pemelihara kesehatan, disamping sebagai upaya peningkatan kesehatan atau pengobatan penyakit. Temulawak sebagai obat atau bahan obat tradisional akan menjadi tumpuan harapan bagi pengembangan obat tradisional Indonesia sebagai sediaan fitoterapi yang kegunaan dan keamanan dapat dipertanggungjawabkan (Sidik et al. 1992).  Dengan demikian penggunaan temulawak sebagai bahan obat salah satunya dapat dibuat menjadi bentuk simplisia.
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1989). Simplisia ini menjadi salah satu bentuk pemanfaatan bahan alam baik tanaman, hewan maupun mineral untuk dapat dijadikan sebagai obat yang dapat digunakan oleh masyarakat luas. Ini merupakan cara praktis yang dapat dilakukan untuk mengolah bahan alam menjadi suatu obat. Sehingga simplisia ini menjadi sangat penting untuk kita ketahui proses pembuatannya. Oleh karena itu pada praktikum kali ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan langkah-langkah pembuatan simplisia serta pemeriksaannya.

MATERIAL DAN METODE PRAKTIKUM
Material Praktikum
            Adapun alat yang digunakan dalam proses pembuatan dan pemeriksaan simplisia ini antara lain baskom pencucian, pisau, oven, timbangan analitik, mikroskop, pipet tetes, wadah plastik simplisia, spons, kertas koran dan papan tripleks sebagai alas simplisia ketika dikeringkan dalam oven.  Sedangkan bahan yang digunakan antara lain air pencucian, kloralhidrat dan temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) sebagai sampel simplisia mentahnya, objek glass dan cover glass.
Metode Praktikum
            Proses pembuatan dan pemeriksaan simplisia ini dilakukan sebagai berikut :
Pertama ditimbang berat sampel yang dijadikan simplisia. Kemudian sampel dipisahkan dari kotoran dan bahan asing (tanah, rumput, bagian tanaman yang rusak serta kerikil). Selanjutnya sampel dicuci dengan menggunakan air bersih sebanyak 3 kali dan tiriskan beberapa saat. Dilakukan perajangan (pengecilan) pada sampel dengan menggunakan pisau atau alat lainnya. Dan dikeringkan sampel yang telah dirajang menggunakan oven ataupun panas matahari (dengan memberikan kain hitam pada bagian atas sampel saat proses penjemuran). Dilakukan pemisahan kotoran-kotoran yang masih tertinggal atau bagian tanaman yang rusak pada sampel yang telah kering. Kemudian disimpan sebagian sampel kering (simplisia) pada wadah yang telah disediakan. Dan diperiksa kualitas simplisia yang dihasilkan secara mikroskopis dan makroskopis.

HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM
Simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia ini terbagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan/mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum). Simplisia elican atau mineral adalah simplisia berupa bahan elican atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga (Depkes RI, 1989).
Menurut Depkes RI (1989) secara umum simplisia dapat dibuat melalui beberapa tahapan, dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan sortasi kering serta pengepakan dan penyimpanan. Pengumpulan bahan baku (waktu panen) merupakan hal yang harus diperhatikan, karena ini akan berpengaruh pada kandungan senyawa (metabolit sekunder) yang terdapat pada tanaman tersebut. waktu panen yang tepat adalah disaat bagian tanaman yang di panen mengandung kadar senyawa aktif pada jumlah besar. Kemudian dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran dan bahan asing seperti tanah, rumput, kerikil atau bagian tanaman lainnya yang telah rusak yang nantinya dapat mempengaruhi mutu simplisia. Dilanjutkan dengan pencucian untuk menghilangkan pengotor seperti tanah dan mikroba yang menempel pada bagian tanaman. Pencucian ini dilakukan dengan menggunakan air bersih sebnayak 3 kali untuk memastikan bahwa tanaman tersebut telah benar-benar bersih dari pengotornya.
Selanjutnya perajangan yang bertujuan untuk memperluas permukaan simplisia sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan efektif. Selain itu akan mempermudah dalam proses pengepakan ataupun penggilingan. Kemudian simplisia tersebut dilakukan pengeringan untuk mengurangi kadar air pada simplisia (kadar air kurang dari 10 %), karena untuk menghalangi terjadinya reaksi enzimatik yang dapat mengkatabolisme zat-zat aktif pada simplisia. Selain itu pengeringan juga berujuan untuk menghalangi proses pembusukan yang dapat disebabkan oleh jamur, kapang dan bakteri. Setelah itu masuk ke tahap sortasi kering untuk memisahkan bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lainnya yang masih tertinggal dan terakhir yaitu pengepakan dan penyimpanan.
Pada praktikum kali ini jenis simplisia yang dibuat adalah simplisia nabati yang berasal dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb). Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) termasuk famili Zingberaceae. Temulawak satu famili dengan anggota temu-temuan lainnya,  yakni temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma domestica Val.), kencur (Kaempferia galanga) dan jahe (Zingiber officinale Rosc). Di sepanjang daerah tropis dan subtropis, famili Zingiberaceae terdiri dari 47 genus dan 1400 spesies (Afifah, 2003). Adapun klasifikasi dari temulawak yaitu :
Kingdom          : Plantae
Divisi                : Magnoliophyta
Class                 : Liliopsida
Ordo                 : Zingiberales
Famili              : Zingiberaceae
Genus              : Curcuma
Spesies            : Curcuma xanthorrhiza Rox 
 








Temulawak termasuk tananaman berbatang semu basah, berwarna hijau atau coklat gelap, membentuk rumpun yang tingginya bervariasi. Ada yang mencapai 0,5 – 2,5 m tergantung keadaan lingkungan tumbuhnya. Daunnya melebar panjang mirip daun pisang dan tiap tanaman mempunyai daun antara 2 – 9 helai, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap dengan ukuran panjang 31 – 84 cm dan lebar antara 10 – 18 cm. Tanaman temulawak membentuk rimpang induk bulat panjang dengan anak rimpang sebanyak 3 – 7 buah. Permukaan luar rimpang berkerut dan berwarna coklat kuning sampai coklat sedangkan bidang irisannya berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan / tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks (Syamsudin, 1999).
Secara empirik temulawak telah banyak digunakan sebagai obat dalam bentuk tunggal maupun campuran untuk mengatasi saluran pencernaan, gangguan aliran getah empedu, sembelit, radang rahim, kencing nanah, kurang nafsu makan, obesitas, radang lambung, cacar air, ambeien, perut kembung, memulihkan kesehatan sehabis melahirkan (Afifah, 2003).
Pada pembuatan simplisia ini tahap awal yang dilakukan yaitu ditimbang temulawak sebanyak 500 gr, kemudian di pisahkan dari pengotor dan bahan asing seperti tanah, rumput maupun bagian tanaman yang rusak, tahap ini disebut juga dengan tahap sortasi basah. Selanjutnya sampel dicuci dengan menggunakan air bersih sebanyak 3 kali agar pengotornya benar-benar hilang, sehingga nantinya didapat temulawak yang bersih. Dengan adanya pengotor misalnya tanah akan mempengaruhi hasil dan kualitas simplisia yang dibuat. Setelah itu ditiriskan, dengan cara diletakkan di atas kertas koran. Hal ini karena kertas koran bersifat adsorben air atau dapat menyerap air, sehingga sisa air yang ada pada temulawak tinggal sedikit dengan demikian proses pengeringan nanti menjadi lebih optimal. Dilanjutkan dengan perajangan (pengecilan) temulawak  dengan menggunakan pisau atau cutter. Perajangan ini bertujuan untuk memperluas permukaan simplisia sehingga proses pengeringan akan lebih cepat dan efektif, selain itu akan mempermudah dalam prose pengepakan ataupun penyerbukan simplisia.
Kemudian temulawak yang telah dirajang tersebut dikeringkan dengan menggunakan oven selama 2 minggu.  Pengeringan ini sebernarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air pada simplisia temulawak dan biasanya kadar air pada simplisia itu harus kurang dari 10 % (Zahro, 2009). Pengurangan kadar air ini dilakukan untuk menghalangi terjadinya reaksi enzimatik yang dapat mengkatabolisme zat-zat aktif pada simplisia, sehingga nantinya bisa jadi zat aktif dalam simplisia yang semulanya memberikan efek teraupetik tapi malah menimbulkan toksik. Selain itu pengeringan juga bertujuan untuk menghalangi proses pembusukan yang dapat disebabkan oleh jamur, kapang dan bakteri. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan dijemur langsung dibawah sinar matahari dan dengan menggunakan oven. Bedanya pengeringan matahari membutuhkan waktu pengeringan lebih lama bila dibandingkan dengan pergeringan oven. Suhu pengeringan dengan matahari tidak stabil sehingga laju penguapannya juga tidak stabil dan sulit dikontrol dari faktor kelembaban udara serta gerakan angin. Simplisia hasil dari pengeringan oven mempunyai bau yang lebih harum dan warnanya lebih cerah (Zahro, 2009). Sedangkan simplisia hasil pengeringan dengan matahari baik dari pagi sampai siang maupun dari pagi sampai sore mempuyai warna yang lebih gelap yaitu berwana jingga kecoklatan dan terdapat bercak-bercak putit, karena pengeringan dengan sinar matahari dipengaruhi oleh angin yang dapat membawa debu,  gangguan burung, seragga, dan mikroorganisme (Praasad, dkk., 2006).
Selanjutnya, setelah simplisia telah benar-benar  kering, dilanjutkan dengan memisahkan simplisia dari zat pengotoryang mungkin masih tertinggal atau bagian tanaman yang rusak pada simplisia tersebut, sehingga nantinya didapatkan simplisia dengan kualitas baik. Simplisia tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik yang telah disediakan.  Sebaiknya simplisia dalam wadah tersebut diberi silika agar nantinya air yang masih terkandung dalam simplisia bisa diserap dan juga untuk mencegah munculnya jamur dalam simplisia yang nantinya akan mempengaruhi kualitas simplisia itu sendiri. Adapun simplisia yang telah dibuat dapat dilihat pada gambar 2 :

              

Dan tahap terakhir yaitu dilakukan pemeriksaan simplisia yang telah dibuat secara makroskopik dan mikroskopik. Pengujian secara makroskopik ini meliputi pengujian organoleptis dari simplisia tersebut. Sehingga didapatkan seperti pada tabel berikut :

Pengujian
Hasil Pengamatan
Berat simplisia
65,71 gr (dari bobot awal 500 gr )
Susut pengeringan
500-65,71 / 500 x 100 % = 86,858 %
Warna
Coklat muda
Bau
Bau khas temulawak
Rasa
pahit
Ukuran (cm)
4,5 ; 4 ; 3,5 ; 3,4 ; 3,1 ; 3 ; 2,8 ; 1,9 ; 1,8 ; dan 1,5

Menurut Zahro (2009), menyatakan bahwa berdasarkan spesifiksi persyaratan mutu umum, simplisia temulawak mempunyai bau khas temulawak, memiliki rasa pahit dan secara makroskopis berwarna coklat. Sehingga dengan demikian hasil yang didapat tersebut telah sesuai dengan teori. Selanjutnya pengujian secara mikroskopik dilakukan dengan mengambil serbuk simplisia kemudian dilarutkan dengan aquades, diteteskan ke objek glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop. Sehingga didapatkan hasil seperti gambar berikut :                         
 

Gambar a merupakan pati, b merupakan zat kuning atau kurkumin, c merupakan serat dan d merupakan lemak dan e merupakan fragmen jaringan gabus yang berbentuk poligonal. Menurut Sumiati (1997), rimpang temulawak dengan kadar air 10 % memiliki komposisi yang terdiri atas pati, lemak, kurkukmin, serat kasar, protein, mineral dan minyak atsiri. Deskripsi simplisia rimpang temulawak yaitu terdapat fragmen berkas pembuluh, fragmen parenkim korteks, serabut sklerenkim, butir pati, fragmen jaringan gabus bentuk poligonal dan rambut penutup (Depkes RI, 1979).Sehingga dengan demikian hasil yang didapat telah sesuai dengan teori.

KESIMPULAN
                    Berdasarkan praktiku yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa simplisia merupakan bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Tahap pembuatan simplisia antara lain pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan pengepakan. Praktikum ini merupakan pembuatan simplisia nabati yang berasal dari temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb). Pemeriksaan secara makroskopik  didapatkan berat simplisia sebesar 65,71 gram dari bobot awal temulawak 500 gram, memiliki rasa pahit, berwarna coklat mudah dan beraroma khas temulawak. Pemeriksaan secara mikroskopik ditemukan pati, lemak, serat,  zat kuning atau kurkumin dan fragmen fragmen jaringan gabus yang berbentuk poligonal.


DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI.,1995. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Praasad, J., dkk., 2006. Study on Perforrrance Evaluatisn of Hybrid Dris for Tunneric (Curcuma  longa L.) Drying at Village Scale. Journal of Food Engeenering., 4(75), 497-502.
Prana, M.S., 2008. The biologi of temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bogor: Biopharmaca Research Center Bogor Agricultural University.
Rachman, F., dkk., 2007. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman curcuma spp. Jurnal ilmu kefarmasian indonesia.,  6(2), 69-74.
Sidik, Mulyono MW, Muhtadi A. 1992. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). Jakarta
: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica.
Sumiaty., 1997. Minuman  Berkhasiat dari Temulawak (Curcuma Xanthorriza). Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian.
Zahro, L., Bambang, C., dan Rini, B. H., 2009. Profil Tampilan Fisik dan Kandungan Kurkuminoid dari Simplisia Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) Pada Beberapa Metode Pengeringan. Jumal Sains & Matematik., 17 (1), 24-32.

Comments