ANALISIS KUANTITATIF SENYAWA BAHAN ALAM | Laporan Praktikum Farmakognosi (KADAR KAFEIN DALAM BIJI KOPI DAN DAUN TEH)





ANALISIS KUANTITATIF SENYAWA BAHAN ALAM
(KADAR KAFEIN DALAM BIJI KOPI DAN DAUN TEH)
Sri Hardinasti / K1A015036
Program Studi Farmasi, Universitas Mataram

PENDAHULUAN

Kafein merupakan senyawa alkaloid turunan xantin, yaitu 1,3,7-trimetilxantin bersifat basa lemah dan garamnya mudah terurai dalam air. Kafein  terdistribusi setidaknya pada 63 jenis tumbuhan yang ada di alam baik pada bagian daun, biji dan buah (Frary et al, 2005). Sumber utama kafein adalah  biji kopi, daun teh, dan biji coklat. Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung (Ganiswarna, 1995).   Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu ke dalam suatu minuman. Dan teh kemasan merupakan salah satu produk minuman yang banyak digemari oleh masyarakat. Jumlah kafein dalam produk minuman teh  bervariasi tergantung kepada cara pengeringan, tipe produk dan cara penyajiannya. Tiap orang rata–rata meminum teh tiap hari tidak kurang dari 120 ml.
Selain sebagai minuman yang menyegarkan, teh telah lama diyakini memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Diantaranya, mampu mencegah dan menyembuhkan beberapa penyakit, mulai dari kanker, jantung koroner, diabetes, mengurangi stress, mempertahankan berat tubuh ideal, menurunkan tekanan darah, pelembut kulit dan lain-lain (Hartoyo, 2003; Rohdiana, 2009). Namun konsumsi kafein yang berlebihan (Over dosis) dapat menyebabkan  gugup, gelisah, tremor, insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang (Ganiswarna, 1995).  
Oleh karena itu pada praktikum kali ini dilakukan analisis kuantitatif senyawa bahan alam  (kadar kafein dalam biji kopi dan daun teh) agar nantinya diharapkan dapat melakukan pemeriksaan kadar metabolit sekunder tertentu (kafein) pada sampel dengan bantuan Software Imagej.

MATERIAL DAN METODE PRAKTIKUM
Material Praktikum
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu corong pisah 500 mL, gelas arloji, kertas saring, pipet kapiler, corong, beaker glass 100 mL, beaker glass 250 mL, sudip, mikropipet, blue tip, yellow tip, cawan porselen, chamber glass, lampu UV, plat KLT, pensil, penggaris, plat tetes, penangas air, timbangan analitik dan laptop yang dilengkapi dengan Software Imagej. Untuk bahan yang digunakan antara lain Chloroform (CHCl3), metanol/ MeOH (CH3OH) ,aquadest (H2O) dan sampel serbuk biji kopi dan teh Sari Murni.
Metode Praktikum
Dalam analisis kuantitatif senyawa bahan alam, dilakukan melalui dua tahap yaitu penetapan kurva baku/standar dan penetapan kadar sampel. 
    Ø  Penetapan Kurva Baku/Standar.
Pertama dibuat larutan induk (Li) dengan melarutkan 20 mg kafein dalam aquadest 100 mL (200 ppm), bila perlu dipanaskan dengan menggunakan waterbatch. Kemudian dibuat larutan standar (Ls) dengan konsentrasi 100 ppm; 50 ppm;  25 ppm;  12,5 ppm dan 6,25 ppm untuk kurva baku dengan pengenceran bertingkat menggunakan Li. Ditotolkan Ls dengan volume 5 L pada plat KLT dan di elusi dengan fase gerak CHCl3 :  MeOH (19:1). Difoto hasil elusi di sinar tampak, dibawah UV 254 nm dan 366 nm. Ditetapkan Rf dari kafein serta proses foto menggunakan Imagej. Selanjutnya ditetapkan persamaan regresi linier dengan data kadar dan data yang diperoleh dari Imagej sebagai AUC.
    Ø  Penetapan Kadar Sampel
Pertama, sebanyak 2 gram sampel (serbuk biji kopi dan daun teh) diekstraksi dengan 100 mL air panas, disaring filtrat. Dan dilakukan replikasi 1 kali. Kemudian digabungkan filtrat dan fraksinasi dengan 30 mL CHCl3 sebanyak 5 kali. Diambil fase CHCl3 dan dikentalkan. Dari hasil pengentalan ad CHCl3 sampai 10 mL, digunakan sebagai sampel. Selanjutnya ditotolkan sampel pada plat KLT dengan volume 5 L sebanyak 3 totolan. Di elusi plat KLT dengan fase gerak CHCl3 :  MeOH (19:1). Difoto hasil elusi di sinar tampak, dibawah UV 254 nm dan 366 nm. Ditetapkan Rf dari kafein serta proses foto menggunakan Imagej. Dan dihitung kadar kafein dalam sampel.

HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kuantitatif senyawa bahan alam  (kadar kafein dalam biji kopi dan daun teh). Kafein (C8H10N4O2) ialah senyawa alkaloid xantina berbentuk kristal panjang, berwarna putih, tidak berbau dan rasanya pahit. Kafein salah satunya dapat ditemukan di dalam biji kopi maupun daun teh. Didalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma selain itu juga memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan stimulasi otot jantung. Kafein murni memiliki berat molekul 194.19 gr, titik leleh 236°C dan titik didih 178°C (Aisyah, 2013). Kafein mudah larut dalam air panas dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol (Abraham, 2010). Menurut Damin Sumardjo (2009),  kafein mempunyai lingkar purin (lingkar senyawa heterosiklik yang majemuk, yang merupakan kondensasi antara lingkar imidazol dan lingkar pirimidin) seperti pada gambar 1. dibawah ini :
Praktikum ini dilakukan melalui dua tahap, tahap pertama yaitu penetapan kurva baku/standar dengan membuat larutan standar dengan konsentrasi bervariasi yaitu 2000 ppm, 1000 ppm, 500 ppm dan 250 pm. Pembuatan larutan standar ini bertujuan agar didapatkan suatu persamaan regresi linier beserta kurvanya yang nantinya dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi atau kadar kafein dalam sampel yang di uji. Dan didapatkan persamaan y = 4093,x + 40,60 ; R² = 0,993 dengan grafik sebagai berikut :
  
Tahap kedua yaitu penetapan kadar kafein sampel teh. Dengan cara sebanyak 2 gram sampel teh diekstraksi dengan 100 mL air panas, disaring filtrat dan dilakukan replikasi 1 kali.  Penggunaan air panas ini bertujuan untuk mempercepat reaksi pemisahan antara kafein dengan daun teh sehingga membantu mendesak  kafein dalam daun teh agar larut dalam air. Selain itu menurut Abraham (2010) menyatakan bahwa, kafein mudah larut dalam air panas dan kloroform. Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan filtrat kafein dengan endapan (ampas teh). Hasil filtrat kemudian ditampung ke dalam gelas kimia.
Selanjutnya filtrat tersebut difraksinasi dengan cara dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 30 mL kloroform, kemudian dikocok selama 10 menit. Penggunaan kloroform ini berfungsi untuk melarutkan kafein dalam filtrat dengan cara mengikat kafein dari larutan agar kafein benar-benar terpisah dari zat-zat lain dalam larutan. Hal ini disebabkan karena kloroform adalah zat non polar yang dapat terikat oleh zat non polar yaitu kafein sendiri. Dan kloroform menjadi solute yang mendistribusikan diri diantara kafein dan zat pelarut teh.  Selanjutnya larutan dalam corong pisah tersebut dikocok selama 10 menit. Pengocokan ini bertujuan agar kloroform dapat terdistribusi dengan cepat dan larutan didalamnya dapat tercampur sempurna. Pada saat pengocokan terbentuk suatu gas, sehingga sesekali kran pada corong pisah tersebut dibuka agar dapat mengeluarkan gas didalamnya, karena jika tidak dikeluarkan dapat memberikan tekanan pada penutup corong tersebut yang menyebabkan tutup terbuka sendirinya.
Setelah 10 menit dikocok, di dalam corong pisah terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas (fase air) berwarna cokelat tua yang mengandung kafein yang masih bercampur dengan zat sisa sedangkan lapisan bawah (fase kloroform) yang berwarna bening yang mengandung kafein (larutan kafein). Terbentuknya 2 lapisan ini disebabkan oleh adanya perbedaan  massa jenis. Semakin kecil massa jenis suatu senyawa maka akan berada di lapisan atas dan senyawa yang memiliki massa jenis lebih besar akan mengendap yakni kloroform yang mempunyai berat jenis lebih besar dari pada teh. Lapisan bawah yang mengandung kafein ditampung dalam gelas kimia. Kemudian fraksinasi diulangi sebanyak 5 kali, dengan cara lapisan atas tadi dibilas kembali dengan 30 mL kloroform agar kafein yang masih ada pada lapisan atas/fasa air larut dan sekaligus memurnikan kafein dari zat-zat pengotornya, sehingga kafein yang diperoleh benar-benar murni. Lapisan bawah pada larutan tersebut kembali ditampung pada gelas kimia yang sama sedangkan lapisan atas sudah tidak digunakan karena sudah tidak mengandung kafein.
Selanjutnya kafein dalam gelas kimia yang diperoleh kemudian dikentalkan dengan cara dipanaskan dengan penangas air. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan kloroform yang masih terdapat pada kafein, karena kloroform sendiri bersifat mudah menguap. Namun kafein tidak ikut menguap pada saat pemanasan karena titik didih kafein yang tinggi yaitu 326°C. Sehingga didapatkan kafein dengan konsentrasi yang pekat. Ekstrak selanjutnya di dinginkan, dan ditambahkan kloroform sebanyak 10 mL. Kemudian diambil sebanyak  5 L di ditotolkan sebanyak 3 totolan pada plat KLT. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode analisis kualitatif dengan cara memisahkan kompenen-komponen sampel berdasarkan perbedaan kepolaran. Plat KLT berfungsi sebagai fase diam. Pada praktikum ini digunakan pelat silika gel yang bersifat polar, karena silika gel dapat digunakan untuk memisahkan zat yang mengandung senyawa alkaloid. Sebelum dilakukan pemisahan, plat KLT diberi tanda terlebih dahulu, yaitu tanda batas bawah dan batas atas dengan pensil bukan menggunakan tinta karena pewarna dari tinta akan bergerak atau ikut terelusi (Misfadhila, 2016).
Setelah ditotolkan, plat tersebut kemudian di masukkan ke dalam chamber yang telah berisi eluen yang telah dijenuhkan selama 15 menit. Eluen yang digunakan yaitu kloroform dan metanol dengan perbandingan 19:1. Eluen ini berfungsi sebagai fase gerak akan bergerak melalui fase diam dan membawa komponen-komponen dengan kecepatan yang berbeda untuk komponen yang berbeda. Karena pada kromatografi lapis tipis komponen yang dipisahkan antara dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang memiliki interaksi yang kuat dengan fase diam akan tertinggal, sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat (Misfadhila, 2016).
Eluen dalam chamber terlebih dahulu dijenuhkan dengan cara menutup rapat chamber dengan tujuan agar eluen dalam chamber jenuh dengan uap pelarut, penjenuhan udara dalam chamber dengan uap dapat mencegah penguapan pelarut (Misfadhila, 2016). Selain itu penjenuhan ini juga bertujuan agar mengoptimalkan proses pemisahan oleh fase gerak, sehingga kromatografi gagal dan hasil yang diperoleh tidak teliti. Adapun cara penjenuhan eluen menurut FI Edisi III (1979), kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi tempatkan pada dua sisi bagian dalam bejana kromatografi, 2 helai kertas saring dengan tinggi 2 cm dan lebarnya sama dengan panjang bejana, lalu masukkankurang lebih 100 ml pelarut atau eluen kedalam bejana kromatografi hingga tinggi, pelarut 0,5 sampai dengan 1 cm. Tutup rapat, biarkan sistem bekerja mencapai kesetimbangan. Kertas saring harus basah seluruhnya. Seluruh sisi bejana dapat juga dilapisi dengan kertas saring.  Pada bagian dasar kertas saring harus tercelup ke dalam pelarut.
Setelah eluen dalam chamber jenuh, maka plat KLT yang sudah ditotolkan dengan sampel dimasukkan ke dalam chamber. Ketika pelarut mulai membasahi plat, pelarut akan melarutkan senyawa-senyawa dalam sampel. Senyawa akan bergerak pada plat seperti bergeraknya pelarut, setelah itu terbentuk beberapa spot noda karena sampel akan ikut berinteraksi dengan silika yang ada pada lempengan. Selanjutnya noda dideteksi di bawah sinar UV pada pada gelombang 254 nm dan 366 nm, dan setiap spot ditandai dengan penggunakan pensil, agar nantinya dapat diketahui Rf dari masing-masing spot tersebut. Rf merupakan perbandingan antara jarak spot dengan jarak eluen. Namun pada percobaan ini dapat dikatakan gagal, karena tidak terjadi proses pemisahan yang dilakukan oleh fase geraknya (Rf = 0). Hal ini terjadi karena eluen tidak dijenuhkan terlebih dahulu, sehingga gas yang berada dalam chamber menghalangi laju eluen (fase gerak) untuk membawa sampel untuk dipisahkan.
Disisi lain diperoleh Rf untuk sampel kafein yaitu 0,875; 0,8375 dan 0,8625, sedangkan Rf standar didapatkan sebesar 0.923 dengan HRf sebesar 92,3. Nilai HRf didapatkan dengan mengkalikan antara nilai Rf standar dengan 100 agar nantinya didapatkan nilai HRf yang lebih dari nol. kemudian masing-masing sampel dicari nilai Rstd, HRf dan HRx. Dengan demikian dapat dikatakan sampel tersebut adalah memang kafein karena Rf yang diperoleh hampir sama dengan Rf standar. Selanjutnya hasil foto spot pada UV kemudian ditentukan kadar dengan cara mengetahui luas area dari masing-masing spot dengan menggunakan aplikasi Imagej. sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel berikut :
Spot ke-
Jarak (cm)
Area
x (mg/mL)
ẍ (mg/mL)
x-ẍ
1.
7,0
26665,995
0.006505
0.006868
-0,000363
1.318 x
12,007 x
2.
6,7
38840,442
0.009479
0.006868
0.002611
6,817 x
12,007 x
3.
6,9
18946,602
0.004619  
0.006868
-0.002249
5,058
12,007 x

Selanjutnya luas area tersebut kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan regresi linier yang didapatkan pada tahap pertama. Sehingga didapatkan konsentrasi masing-masing spot sebesar 0.006505 mg/mL; 0.009479 mg/mL dan 0.004619  mg/mL. Dengan demikian didapatkan kadar kafein sebesar 1.3736 mg kafein dalam 2 gram kopi bubuk. Batas konsumsi yang diizinkan oleh BPOM RI (No. HK.00.05.23.3644) yaitu 150 mg/hari, dengan demikian kafein pada sampel tersebut tidak melebihi batas yang telah ditetapkan.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa kafein merupakan senyawa alkaloid turunan xantin, yaitu 1,3,7-trimetilxantin bersifat basa lemah dan garamnya mudah terurai dalam air. Setelah dilakukan pemisahan dengan KLT dan pengukuran dengan Imagej didapatkan konsentrasi masing-masing spot sebesar 0.006505 mg/mL; 0.009479 mg/mL dan 0.004619  mg/mL serta didapatkan kadar kafein sebesar 1.3736 mg kafein dalam 2 gram kopi bubuk, sehingga dapat dikatakan bahwa kadar kafein dalam sampel kopi tersebut tidak melebihi batas yang telah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abraham. 2010. Isolasi Kofein Dari Daun Teh. Laboratorium Pengembangan Unit Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Haluoleo, Kendari.
Aysah, Megah., Fuferti.Z., Syakbaniah dan Ratnawulan. 2013. Perbandingan karakteristik fisis kopi lwak (civet coffee) dan kopi biasa jenis arabica. Pillar of Physics, 2(1), 68-75.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Frary CD, Johnson RK dan Wang, MQ. 2005, Food Sources and Intakes Of Caffein in Diets of Persons in United States, J. Am Diet Assoc, 10(5), 110-113.
Ganiswarna, S. G., 1995, Farmakologi Dan Terapi  Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Rohdiana, D., 2009. Teh ini Menyehatkan. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Suriani. 1997. Analisis Kandungan Kofeina Dalam Kopi Instan Berbagai Merek yang Beredar di Ujung Pandang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, 4(1), 43-45.

LAMPIRAN :  Data Konsentrasi Larutan Kafein Standar

Konsentrasi  (mg/mL)
Area
2
8384.296
1
3743.326
0.5
2163.619
0.25
1221.962

·         






·         Rf standar
Diketahui:       Jarak spot standar       = 7,39 cm
Jarak eluen                  = 8 cm
Penyelesaian :




  

.HRf Standar
       Penyelesaian :
HRf1    = Rf x 100
                              = 0,923 x 100
                              = 92,3
·         Rf sampel
Diketahui :
Spot ke-
Jarak (cm)
1
7,0
2
6,7
3
6,9




                       
                        Jarak eluen : 8 cm
                 Penyelesaian :

           
·         Rstd
Diketahui :      Rf1 = 0.8750
                        Rf2 = 0.8375
                        Rf3 = 0.8625
Penyelesaian:




·         HRf
Diketahui :       Rf1 = 0.8750
            Rf2 = 0.8375
Rf3 = 0.8625
Penyelesaian :
HRf1          = Rf1 x 100
                  = 0.8750x 100
                  = 87,50

HRf2          = Rf2 x 100
                  = 0.8375x 100
                  = 83,75

HRf3          = Rf3 x 100
                  = 0.8625 x 100
                  = 86,25
·         HRx
Diketahui :      Rstd1 = 0.948
                        Rstd2 = 0.907
                        Rstd3 = 0.934
Penyelesaian:
HRx                = Rstd x 100
                        = 0.948 x 100
                        = 94,8

HRx                = Rstd x 100
                        = 0.907 x 100
                        = 90,7

HRx                = Rstd x 100
                        = 0.934 x 100
                        = 93,4
·         Table AUC sampel Kopi
Spot ke-
Area
1
26665,995
2
38840,442
3
18946,602

a.       Konsentrasi Area 1
y          = 4093x + 40.60
26665,995       = 4093x + 40.60
x           
x          = 6.505 mg/µL: 1000
Konsentrasi kafein      = 0.006505 mg/mL
b.      Konsentrasi Area 2
y          = 4093x + 40.60
38840,442       = 4093x + 40.60
x          =  
x          = 9.479 mg/µL: 1000
Konsentrasi kafein      = 0.009479 mg/mL
c.       Konsentrasi Area 3
y          = 4093x + 40.60
18946,602       = 4093x + 40.60
4.093x             =  
x          = 4,619  mg/µL: 1000
Konsentrasi kafein      = 0.004619  mg/mL

Table Hasil Konsentrasi Sampel Kafein
Spot ke-
Jarak (cm)
Area
x (mg/mL)
ẍ (mg/mL)
x-ẍ
1.
7,0
26665,995
0.006505
0.006868
-0,000363
1.318 x
12,007 x
2.
6,7
38840,442
0.009479
0.006868
0.002611
6,817 x
12,007 x
3.
6,9
18946,602
0.004619  
0.006868
-0.002249
5,058
12,007 x

Comments